”Perkembangan teater saat ini adalah perkembangan teater post-Stanislavsky. Tapi kita baru mulai, akibatnya biarpun lama berteater, tapi tidak melahirkan aktor yang baik.” Sungguh, hal itu terngiang lagi di kesadaranku, karena ternyata permasalahan lama itu muncul kembali, diujarkan dengan bahasa yang lain oleh Harris Priadie Bah dalam diskusi teater yang diadakan oleh meja budaya hari Jumat tanggal 18 Juli 2003 lalu di PDS. HB. Jassin. Dengan bahasanya, Harris menyatakan bahwa teater modern Indonesia merupakan teater yang didirikan dengan tradisi pemusatan kuasa pada corak badan dan pikiran sang sutradara.
Hal ini juga untuk menjawab kegelisahan Nur Zein Hae yang melihat pemain masih sebagai subordinat dalam produksi teater. Tapi Nur Zein lupa, bahwa antara teater modern dan teater tradisi memiliki pola dan syarat yang saling berlainan. Teater tradisi hidup dan dihidupi orang-orang yang lebih homogen dan memiliki semangat lokalitas yang tinggi.Kalaupun toh kemudian ada yang memilih teater sebagai jalan, yang muncul kemudian adalah teater yang hidup dengan semangat memperbaharui yang terus-menerus dengan segala pencarian bentuk kreatifnya sebagai bahasa visual.
Tradisi cuma sekadar aksesori, bahkan terkadang sampai melawan tradisi. Itu pilihan. Jadi sangat aneh, kalau kita harus merujuk ke teater tradisi untuk menjawab permasalahan teater modern seperti yang ditawarkan Nur Zein.Seperti layaknya sebuah keluarga, seorang anak yang sudah merasa dewasa dan ingin mandiri, tentu ada keinginan untuk memisahkan diri dari keluarga besarnya dan membentuk keluarganya sendiri.Dan kalau itu dianggap kesalahan, saya kira, itulah sebabnya yang berkembang kemudian adalah teater sutradara.
Yang harus kita tumbuhkan sekarang ini adalah sebuah teater yang benar-benar tanpa hubungan dengan para pendahulunya.Maka tidak penting lagi dipertanyakan, teater sutradara atau teater aktor yang muncul, atau malah teater naskah, karena ternyata naskah yang tertulis lebih kuat dibanding aktor atau sutradaranya, misalkan. Semuanya telah selesai ketika itu didiskusikan dan digodok hingga menjadi sebuah ide bersama yang lebih matang dan jelas.
2.1.11
Ciptakan Tradisimu Sendiri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar